Penjelasan lengkap dari Kemenag tentang Beer & Wine Bersertifikat Halal

stiker-halal-yang-tertempel-di-pintu-masuk-salah-satu-restoran-siap-saji-di-salemba-jakarta-jumat-1532024-badan-penyelenggara--7_169 Penjelasan lengkap dari Kemenag tentang Beer & Wine Bersertifikat Halal




Harian, – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag RI) buka suara soal produk minuman dengan nama “Tuyul”, “Tuak”, “Beer” dan “Wine” yang sudah mendapat kehalalan. sertifikat.

BPJPH Kementerian Agama RI menegaskan kontroversi yang terjadi di media sosial saat ini terkait dengan nama yang digunakan pada produk tersebut.

Kepala Pusat Pendaftaran dan Sertifikasi Halal BPJPH Mamat Salamet Burhanudin mengatakan produk tersebut telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapat penetapan halal sesuai mekanisme yang berlaku.

Masyarakat tidak perlu ragu akan terjaminnya produk bersertifikat halal karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapat penetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku, kata Mamat, dikutip melalui situs resmi BPJPH Kementerian Agama RI, pada Sabtu (5/10/2024).

Kedua, penamaan produk halal sebenarnya diatur dalam aturan SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal. Selain itu, Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Agen yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal .” lanjutnya.

Mamat menjelaskan, manajemen pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal jika nama produk tidak sesuai dengan syariat Islam, etika, atau kejujuran yang diterapkan di masyarakat.

Menurutnya, ada beberapa produk yang telah mendapat sertifikasi halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal karena adanya perbedaan pendapat mengenai peruntukan produk.

Misalnya, data sistem Sihalal menunjukkan 61 produk berlabel “wine” telah mendapat sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI, sedangkan 53 produk lainnya telah diperoleh Komite Fatwa. Sedangkan produknya bernama “bir”, 8 produk telah mendapat sertifikasi halal dari MUI dan 14 produk dari Komite Fatwa.

Mamat menjelaskan, produk halal disertifikasi oleh Komisi Fatwa MUI melalui pemeriksaan dan pengujian oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang sebagian besar berasal dari LPH LPPOM. Perbedaan ini hanya merujuk pada peruntukan produk, bukan pada kehalalan bahan atau proses produksinya.

Perlu juga diberitahukan bahwa produk yang namanya menggunakan kedua kata tersebut telah ditetapkan halalnya oleh Komisi Fatwa MUI, yaitu produk yang telah lolos pemeriksaan dan/atau pengujian LPH, dengan jumlah terbanyak dari LPH LPPOM. dengan 32 produk, sisanya dari institusi lain, jelas Mamat.

Selain itu, Mamat mengatakan hal ini mencerminkan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai peruntukan produk dalam proses sertifikasi halal. Perbedaan tersebut hanya sebatas boleh atau tidaknya penggunaan nama-nama tersebut, namun tidak mengacu pada sifat kehalalan bahan dan proses yang telah dipastikan kehalalannya.

(dce)

Lihat di bawah:

Video: Parle Resto & Cafe, Tingkatkan Pengalaman Kuliner Indonesia!

Terimakasih

Leave a Comment