Harian, – Di ruang publik, pemisahan urinoir berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, sudah menjadi hal yang lumrah. Biasanya ditandai dengan kata-kata, gambar, atau berbagai simbol, toilet melambangkan perpisahan.
Faktanya, selama ribuan tahun, masyarakat tidak berbagi toilet. Untuk berhubungan seks, buang air besar di toilet yang sama. Lalu kapan perpisahan ini terjadi? dan mengapa perpisahan?
Sejarah memberi tahu kita bahwa orang hanya memisahkan urin berdasarkan jenis kelamin pada tahun 1793.
Saat itu, sebuah restoran di Perancis menyediakan toilet untuk pria dan wanita. Namun restoran ini hanyalah satu dari ribuan tempat umum lainnya di seluruh dunia yang memiliki rencana berbeda. Di sana, toiletnya tidak dipisahkan.
Bahkan, di beberapa tempat, toilet hanya diperuntukkan bagi orang saja. Ide urinoir untuk wanita baru muncul pada akhir tahun 1800-an karena adanya Revolusi Industri. Revolusi Industri membuat perempuan tidak lagi berada di rumah untuk mengurus urusan rumah tangga. Perempuan mulai bekerja di pabrik bersama laki-laki.
Menurut Terry Kogan dalam Toilet: Mitra Toilet Umum dan Politik (2010), ketika perempuan meninggalkan rumah dan memasuki ruang publik, pengambil kebijakan mulai memikirkan pentingnya ruang privat bagi perempuan.
Perempuan mengambil alih kaum lemah dari rumah dan membutuhkan perlindungan dari laki-laki. Selain itu, banyak laki-laki yang tidak mau menerima kehadiran perempuan di tempat kerja. Oleh karena itu, pengambil kebijakan membuat pemisahan fasilitas di ruang publik.
Mulai dari mobil, perpustakaan, hingga urinal. Semuanya terbagi antara pria dan wanita. Selain itu, urgensi pemisahan toilet berdasarkan gender juga didasari oleh alasan kesehatan. Menyadari teori benih sebagai penyebab penyakit yang salah satunya muncul di sumur, manusia mulai menaruh perhatian pada pemisahan ini.
Sejak itu, pompa mulai dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Menurut Terry Kogan, kemunculan toilet perempuan bisa diartikan sebagai langkah pemerintah untuk mencegah perempuan pulang ke rumah. Untuk membuat mereka nyaman, maka pemisahan sumber daya publik harus dilakukan.
Dari ide tersebut berbagai negara Eropa dan Amerika mulai menerapkannya satu per satu. Singkat cerita, keberadaan toilet perempuan mendapat sambutan positif dari banyak pihak. Dengan merebaknya kolonialisme Eropa, hal serupa pun mulai diterapkan di negara-negara kolonial. Oleh karena itu, negara-negara kolonial pun bersatu dalam memisahkan pompa-pompa tersebut dan merasakan dampak positifnya.
Oleh karena itu, keluarnya urin antara pria dan wanita bukan disebabkan oleh perbedaan penggunaan kamar mandi. Melainkan melalui faktor sosial yaitu terpenuhinya ruang privat perempuan.
“Orang mungkin mengira pengertian kamar mandi dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, karena ada perbedaan biologis. Tapi itu salah,” kata Terry Kogan.
(mfa/mfa)
Artikel selanjutnya
Terungkap, soalnya dudukan toilet punya dua tombol lebat
Terimakasih