Harian, – Tak ketinggalan musisi muda, Bernadya Ribka Jayakusuma, lagu-lagunya banyak digemari masyarakat Indonesia lewat album barunya, “Miser, hidup terus berjalan”. Lagu-lagunya yang menceritakan tentang pedihnya cinta, berhasil membuat hati masyarakat hingga menitikkan air mata.
Tak heran, lagu-lagunya sukses merajai 50 besar Spotify Indonesia. Bahkan, album Bernadya menjadi yang paling banyak didengarkan saat ini di aplikasi musik streaming. Keberadaan Carmina Bernadya lantas menambah hiruk pikuk musik tanah air yang selalu diisi dengan lagu-lagu yang mengundang air mata.
Secara umum, kehadiran karya Bernadya dan lagu-lagu bergenre serupa didukung oleh iklim politik yang baik. Karena sejarah menceritakan bahwa lagu-lagu yang mengundang air mata, lagu-lagu sedih lainnya, pernah dilarang dan dibenci oleh pemerintah.
Larangan itu terjadi pada akhir tahun 1980an. Sebagai catatan, saat itu masyarakat Indonesia sangat menyukai lagu-lagu sedih. Kebanyakan adalah lagu Betharia berjudul “Hati Terluka” yang dirilis pada 11 Januari 1988.
Lagu tersebut relevan dengan kondisi masyarakat luas. Sebab, pihak keluarga menceritakan tenggelamnya kapal akibat kekerasan. Betharia Sonata mencoba menyoroti kehidupan para istri yang mengalami kekerasan, karena mereka dipukuli dan diperlakukan kasar oleh suaminya. Semua itu kemudian membuat istri saya ingin pergi ke rumah ibu atau ayah saya.
Meski populer dan bikin baper, pemerintah justru melihatnya berbeda. Menteri Penerangan Harmoko menilai “Hati Terluka” merupakan lagu ofensif yang mampu mematahkan hati pendengarnya. Jika dibiarkan maka akan berdampak pada produktivitas kerja.
“Dalam keadaan pikiran yang santai dan murung tentu menyulitkan masyarakat dalam bekerja,” kata Harmoko, seperti dikutip. Kompas (25 Agustus 1988).
Bahkan, menurutnya, lagu-lagu yang menyinggung bisa membuat masyarakat menyerah dan melemahkan komitmennya terhadap pembangunan bangsa. Lagu tersebut lebih bersifat omong kosong karena tidak didasarkan pada realitas perusahaan.
Kisah Harmoko tentu bisa dimaknai sebagai perintah larangan yang berasal dari Soeharto. Karena kepanjangan tangan Presiden melayani pekerjaan Penerangan.
Sehingga nasib lagu “Hati Terluka” dilarang ditayangkan di media umum dengan alasan hanya dinikmati oleh masyarakat umum yaitu TVRI dan RRI. Dari waktu ke waktu, larangan pemerintah terhadap nyanyian membawa dampak yang luas.
Tak hanya “Wounded Heart”, tapi juga lagu sejenis lainnya. Misalnya saja lagu “Gelas-gelas Kaca” karya Nia Nadiati, “Aku Hanya Seperti Dulu” karya Dian Piesesha, dan lain sebagainya. Dampak pelarangan tersebut tentu mematikan industri musik tanah air. Lagu-lagunya pun sukses laris manis di pasaran.
Namun pelarangan tersebut belum terbukti cukup efektif. Lagu sedih yang mengundang air mata ini masih melegenda dan menjadi favorit masyarakat Indonesia hingga saat ini. Kini semakin banyak musisi Indonesia yang merilis lagu-lagu bergenre sama. Tak hanya Bernadya, tapi juga banyak musisi lainnya. Namun jika Bernadya Cs berada di era Soeharto, lain ceritanya.
(mfa/mfa)
Terimakasih