Jakarta, Harian – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi kasus impor gula. Kasus ini terjadi pada tahun 2015 dan terlacak sejak Oktober 2023.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan, perkara memerlukan bukti dan analisis mendalam sehingga memerlukan waktu.
“Karena yang jadi pertanyaan, kenapa harus sekarang? Nah, penyidikan ini bisa saya katakan sudah berjalan sejak bulan Oktober 2023, yakni tepat 1 tahun ya, namun setiap telaah kasus mempunyai ciri-ciri yang dimiliki suatu kasus yang tidak bisa disamakan antara satu kasus dengan kasus lainnya. “Penyidik menghadapi tingkat kesulitan tertentu,” kata Kepala Kejaksaan Harley Siregar kepada wartawan, seperti dikutip Detikcom, Kamis (31/10/2024).
Harley mengatakan, penyidik Kejaksaan Agung terus mengusut kasus tersebut sepanjang tahun. Menurut dia, bukti-bukti yang diperoleh penyidik juga dianalisis dan dirangkum. Harley juga menegaskan dalam kasus ini tidak ada politisasi hukum. Kasus ini murni penegakan hukum.
“Penindakan yang represif tentunya harus dimaknai dengan memastikan adanya bukti awal yang cukup, perlu dilihat atau ditemukan berdasarkan minimal dua alat bukti untuk memperjelas,” ujarnya.
Kronologi lengkap
Kasus ini bermula pada tahun 2015. Rapat Koordinasi Antar Kementerian (Rakor) pada 12 Mei 2015 menyimpulkan bahwa Indonesia mempunyai surplus gula sehingga tidak perlu mengimpor gula. Namun pada tahun 2015, Menteri Perdagangan yang diduga TTL menerbitkan Izin Impor (Pl) kepada PT AP sebanyak 105.000 ton gula kristal mentah untuk mengolah gula kristal mentah (GKM) menjadi gula kristal putih (GKP).
Sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, BUMN diperbolehkan mengimpor GKP. Namun berdasarkan izin impor yang diberikan kepada para tersangka, TTL tersebut dilakukan oleh PT AP dan impor GKM tersebut tidak melalui rapat koordinasi dengan departemen terkait dan tanpa adanya arahan dari Kementerian Perindustrian untuk menetapkan kebutuhan gula dalam negeri.
Pada tanggal 28 Desember 2015 telah dilaksanakan rapat koordinasi bidang perekonomian yang dihadiri oleh kementerian-kementerian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Salah satu diskusinya adalah bahwa Indonesia menghadapi kekurangan GCP sebesar 200.000 ton pada tahun 2016 untuk menstabilkan harga gula dan mengisi kembali cadangan gula nasional.
Pada November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Usaha PT PPI memerintahkan tim manajemen senior PT PPI Bahan Dasar melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM. , PT SUJ, PT DSI dan PT MSI di Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.
Dalam pertemuan tersebut dibahas rencana kerja sama impor bahan gas kondensat ke Kelompok Masyarakat Negara antara PT PPI dengan delapan perusahaan gula swasta yang juga sepengetahuan Direktur Utama PT PPI saat itu.
Pada Januari 2016, tersangka TTL menandatangani surat mandat kepada PT PPI yang memerintahkan PT PPI untuk mengisi kembali stok gula nasional dan menstabilkan harga gula dengan bekerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah 300.000 ton GKM impor menjadi GKP.
Selain itu, PT PPI juga melakukan perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lagi yaitu PT KTM, meskipun untuk mengisi kembali persediaan gula dan menstabilkan harga, diimpor langsung oleh PSU, dan hanya perusahaan milik negara (PT). ) dapat mengimpornya.
Sepengetahuan dan persetujuan tersangka TTL, perjanjian impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Diduga, GKP diimpor langsung untuk mengisi stok dan menstabilkan harga. Selain itu, Izin Impor tersebut diterbitkan Kementerian Perdagangan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian dan Perdagangan serta tanpa rapat koordinasi dengan departemen terkait.
Delapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP telah mendapat izin industri sebagai produsen gula kristal rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi. Setelah delapan perusahaan swasta mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, gula tersebut seolah-olah dibeli oleh PT PPI, padahal perusahaan swasta tersebut menjual gula ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000 per kg, lebih tinggi dari harga tertinggi. harga eceran Rp 13.000/kg dan tidak melalui transaksi pasar.
Atas pembelian dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapat komisi sebesar Rp105/kg dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM.
“Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, BUMN diperbolehkan mengimpor gula kristal putih. Namun berdasarkan izin impor yang dikeluarkan tersangka TTL, impor tersebut dilakukan oleh PT AP. Dan impor gula tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rapat koordinasi dengan permasalahan departemen dan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk mengetahui kebutuhan riil gula dalam negeri,” jelas Kohar.
(haa/haa)
Artikel berikutnya
Ditetapkan sebagai tersangka, Tom Lembong mengatakan demikian…