Jakarta, Harian – Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengalihkan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke program bantuan langsung tunai (BLT) berpotensi menciptakan lebih banyak ruang fiskal untuk belanja produktif.
Ekonom senior yang juga pendiri CReco Research, Raden Pardede mengatakan, ruang fiskal atau APBN masih terkesan sempit karena anggaran belanja subsidi sangat besar, namun penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu masyarakat yang saya tidak mampu membelinya.
Pada tahun 2022, anggaran subsidi dan kompensasi BBM bahkan meningkat tiga kali lipat dari pagu yang ditetapkan sebelumnya, yakni dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Pada tahun 2025, pemerintah menyiapkan subsidi energi saja sebesar Rp204,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan perkiraan tahun 2024 sebesar Rp192,8 triliun.
“Kami sering menyatakan bahwa sebagian dari subsidi bahan bakar kami salah sasaran. Jadi kami berharap dengan mengalihkan subsidi BBM ini ke BLT, maka tentunya anggaran yang bisa dihemat melalui subsidi tersebut bisa digunakan untuk membantu masyarakat bawah,” ujarnya. Raden di Power Lunch Harian, Senin (11 April 2024).
Selain membantu perekonomian masyarakat kelas bawah, Raden Pardede mengingatkan, anggaran subsidi BBM yang ditujukan untuk BLT juga harus bermanfaat bagi masyarakat kelas menengah yang hingga saat ini juga menjadi penerima subsidi tersebut.
Ia mengatakan, hal ini bisa dilakukan bukan dengan memberikan bantuan finansial, namun dengan menciptakan lapangan kerja yang memberikan penghasilan atau gaji yang layak, berkelanjutan, dan teratur.
“Menyediakan lapangan kerja yang layak, karena sebenarnya tujuan kita yang terpenting bukan membantu BLT, BLT dan sebagainya, tapi yang terbaik adalah kita bisa menyediakan lapangan kerja agar masyarakat kita mempunyai pekerjaan dan mempunyai penghasilan yang stabil. Ini adalah hal yang paling penting. sebenarnya,” tegas Raden
Menurut dia, seluruh kebutuhan masyarakat kelas menengah bisa tercapai jika pemerintah bisa kembali fokus pada pertumbuhan industri padat karya atau industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
“Pada akhirnya, masyarakat tidak perlu lagi menerima BLT jika semua orang punya pekerjaan bagus dan punya penghasilan,” kata Raden.
“Karena menurut saya BLT tidak bisa dilakukan setiap saat. Itu hanya pemanjaan diri sendiri dan tidak benar-benar bermanfaat bagi mereka atau perekonomian secara keseluruhan,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat terbatas dengan sejumlah menteri dan CEO perusahaan energi pada Rabu (30/10/20024). Ratas ini membahas tentang subsidi energi.
Turut hadir dalam rapat terbatas tersebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sujatmiko, Direktur Utama Pertamina Nike Widyawati, dan Direktur Utama PLN Darmawan Prasojo.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan dalam pertemuan tersebut, salah satu instruksi Presiden Prabowo adalah mengubah skema subsidi energi menjadi bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat yang membutuhkan.
“Salah satu alternatifnya adalah (skema BLT). Keputusannya nanti akan disampaikan setelah kerja tim ini selesai, akan kami laporkan ke Presiden,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (31/10/2024). ).
(arj/pengusir hama)
Artikel berikutnya
Di Sini! Bocoran daftar barang bersubsidi di era Prabowo