Jakarta, Harian – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem) akan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar. Apalagi proyek ini akan menyambungkan jalur transmisi gas yang belum terintegrasi sepenuhnya.
Kepala Biro Komunikasi, Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agus Kahyono Adi menjelaskan gas bumi memiliki banyak kegunaan. Salah satunya dibutuhkan oleh industri petrokimia.
“Gas bisa digunakan untuk apa saja. Apalagi jika Anda menggunakannya petrokimia“Nilai tambah meningkat berkali-kali lipat,” kata Agus di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta, Jumat (10 April 2024).
Setelah pipa gas Cisem 2 selesai dibangun dan tersambung dengan pipa Cisem 1, pemerintah akan melanjutkan pembangunan pipa gas Dumai-Sei Mangkay di Sumatera, ujarnya.
“Jadi pasokan dari Kepulauan Andaman bisa masuk dan beberapa ladang yang menurun bisa diimbangi dengan produksi baru,” kata Agus.
Seperti diketahui, pada Senin (30/9/2024), pemerintah memulai pembangunan awal atau pengelasan pertama (first las) pipa Cisem tahap kedua. Peresmian dilakukan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Proyek pipa gas Cirebon-Semarang (Sisem) tahap II memiliki panjang 245 meter. kilometer (km), meliputi ruas Batang – Cirebon – Kandang Haur Timur. Biaya proyek ini sebesar Rp 2,7 triliun yang dibiayai berdasarkan kontrak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun jamak tahun 2024-2026.
Proyek ini merupakan kelanjutan dari Cisem Tahap I senilai Rp1,17 triliun yang akan selesai dan beroperasi pada tahun 2023. Pipa Cisem tahap I meliputi ruas Semarang-Batang.
Proyek pipa gas Cisem merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman menekankan pentingnya proyek ini bagi industri dan masyarakat. Di sisi industri, gas berperan sebagai sumber energi dan bahan baku utama.
Menurut Laode, pasokan gas yang tidak terputus sangat penting, termasuk untuk ketahanan pangan, karena pupuk yang digunakan di sektor pertanian dihasilkan dari gas. Selain itu, beberapa industri seperti petrokimia, baja, oleokimia, keramik, kaca dan masih banyak industri lainnya juga sangat bergantung pada pasokan gas.
“Sekarang kalau kita lihat di gedung depo, keramiknya bermacam-macam. Nah, itu semua didukung oleh kekuatan gas ini. Lalu industri kaca, sarung tangan, dan sebagainya. Jadi multiplier effectnya dari sisi industri lalu ke masyarakat,” kata Laode dalam program Energy Corner Harian, dikutip Jumat (10 April 2024).
Selain itu, dari sudut pandang masyarakat, proyek ini juga mendukung program pemerintah untuk mengganti LPG bersubsidi dengan jaringan gas (jargas). Setidaknya, terdapat potensi penghematan subsidi LPG yang signifikan jika masyarakat beralih menggunakan tabung LPG.
Sekitar 49,7 juta orang saat ini menerima subsidi bahan bakar gas cair senilai Rp 71 triliun per tahun, menurut Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Sedangkan jika satu juta orang beralih dari LPG ke gas, pemerintah bisa menghemat Rp1,4 triliun setiap tahunnya.
“Kalau kita bisa mengganti satu juta dari 49,7 hanya dengan mengalikannya, berarti dalam satu tahun kita bisa menghemat 1,4 triliun subsidi. mungkin bagi masyarakat,” ujarnya.
(melalui)
Artikel selanjutnya
Konstruksi proyek kebanggaan Jokowi lainnya senilai Rp 2,7 triliun dimulai.