Jakarta, Harian – Pengusaha industri tembakau memprotes rencana rancangan Keputusan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan pelaksanaan Keputusan Pemerintah (RR) no. 28 Tahun 2024. Peraturan ini mengatur tentang kemasan rokok polos tanpa tanda.
Ketua GAPPRI Henry Najoane mengatakan industri tembakau sudah ada hampir satu abad. Sejauh ini semuanya berjalan baik, membentuk rantai dari hulu hingga hilir dengan partisipasi masyarakat lokal.
Terlebih lagi, saat ini para pengusaha rokok juga dikendalikan dan diatur oleh lebih dari 480 aturan ketat, baik finansial maupun nonfiskal, yang mencakup peraturan daerah, bupati, walikota, gubernur, kementerian, dan peraturan perundang-undangan.
Menurut dia, ada ratusan peraturan yang memagari industri tembakau sebagai BUMN swasta.
“Industri ini diawasi secara ketat. Tapi sepertinya selalu memberikan tekanan pada industri,” ujarnya di acara Coffee Morning Harian, Kamis (19/9).
Para pedagang pasar ikut protes dan meminta Prabowo turun tangan
Senada dengan hal tersebut, Suhendro, Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Indonesia (APARSI), juga menyampaikan protes serupa. Ia mengatakan para pedagang juga menolak rencana penerapan peraturan mengenai kemasan rokok. Sebab, kata dia, dampaknya paling banyak dirasakan oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
“PP ini harus ditinjau ulang, pemerintahan baru Pak Prabowo Subianto, kami minta Menteri Kesehatan yang baru meninjau kembali PP 28/2024,” ujarnya.
Mengenai poin penolakan APARSI. Yakni aturan penjualan rokok dengan jarak minimal 200 meter akan membahayakan kelangsungan hidup pedagang.
“Siapa yang mengukur 200 meter ini? Bagaimana cara mengendalikannya? Kalau perdagangan di pasar, kontribusi terbesarnya adalah gerak cepat, satu batang rokok, tapi bagaimana dengan 200 meter? Pasti sulit,” ujarnya.
Dijelaskannya, di dalam wilayah pasar terdapat ruang kesehatan, ruang bermain anak, dan ruang merokok yang terbagi antar lantai. “Bagaimana jika Anda tidak bisa menjaga jarak 200 meter? Lucu sekali,” katanya.
Dan, lanjutnya, kemasan yang polos membuat sulit membedakan rokok legal dan ilegal. Selain itu, kenaikan harga jual juga akan membuat konsumen khawatir.
Selain itu, ia juga memberikan saran yang bisa diterapkan oleh pemerintahan baru berikutnya dengan merevisi aturan tersebut.
Pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo Subianto mampu menghapuskan zonasi yang melarang penjualan dalam jarak 200 meter, menghapus aturan kemasan polos, dan meningkatkan sumber daya pendidikan bagi masyarakat, khususnya generasi muda.
“Pasar rakyat siap menjadi sarana promosi kesehatan dan bahaya rokok,” tutupnya.
Foto: Ketua Umum APARSI Suhendro di acara Harian Coffee Morning Tobacco di Jakarta, Kamis (19 September 2024). (Harian/Faisal Rahman)
Ketua Umum APARSI Suhendro pada acara Harian Coffee Morning Tobacco di Jakarta, Kamis (19 September 2024). (Harian/Faisal Rahman)
|
(dce)
Artikel selanjutnya
Pengusaha rokok khawatir rokok ilegal semakin banyak ditemukan di Republik Ingushetia.