Jakarta, Harian – BUMN pertambangan holding MIND ID meminta dukungan KPK. Mengingat jumlah smelter nikel di Indonesia saat ini berkembang pesat.
Direktur Utama MIND ID Hendy Prio Santoso mengatakan menjamurnya smelter nikel di Tanah Air menyebabkan turunnya harga jual produk turunan nikel tersebut di pasar global. Kondisi ini membuat perusahaan tidak mampu menutupi biaya produksi pabrik metalurgi.
“Jika kelebihan pasokan Seperti halnya feronikel, turunnya harga disebabkan oleh kelebihan pasokan, yang mungkin terjadi secara tidak langsung dan tidak disengaja. “Jadi sekarang harga feronikel hampir tidak bisa menutupi biaya produksi,” kata Hendy dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (12/4/2024).
Sementara Hendy mengartikan pembatasan pembangunan smelter menyasar smelter nikel kelas dua. Terutama pabrik nikel yang menghasilkan produk dari nickel pig iron (NPI) dan ferronickel (FeNi).
“Kami berharap ada dukungan dari manajemen untuk melakukan pembatasan jumlah smelter karena kami khawatir banyaknya smelter akan menyebabkan kelebihan pasokan di pasar global,” ujarnya.
Pada periode sebelumnya, anggota Komisi memperhitungkan sisa umur cadangan nikel yang hanya akan bertahan sepuluh tahun ke depan.
Meski demikian, Ramson meminta agar proyek smelter yang tengah berjalan tersebut mendapat dukungan penuh. Sehingga kebijakan ini tidak merugikan badan usaha nikel yang sudah melakukan investasi besar.
“Ini semua adalah kelemahan dalam politik. Mengapa pelarangan nikel baru berumur satu dekade? Ini perlu dihentikan dari sekarang, moratorium juga bagus, tapi apa yang kita punya sekarang harus didukung penuh agar bisa bertahan, penelitian sedang dilakukan terhadap semua yang didaur ulang hingga benar-benar diproduksi,” kata Rumson di acara tersebut. Gedung DNR, seperti dikutip Jumat (25/8/2023).
Menurut Ramson, pelaksanaan pengolahan di industri bahan mineral sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Pertambangan Batubara (UU Minerba). Mengutip keputusan tersebut, pemerintah memberlakukan larangan ekspor mulai Januari 2014, lima tahun setelah keputusan tersebut diundangkan.
(pgr/pgr)
Artikel selanjutnya
Kalimantan Timur memiliki smelter nikel senilai Rp30 triliun dan pabrik baterai.