Jakarta, Harian – Penjualan pabrikan mobil Jerman Volkswagen (VW) sedang menurun. Bahkan, Volkswagen pernah menyandang predikat merek mobil terlaris dunia.
Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan VW di dalam negeri hanya puluhan unit dalam setahun. Penjualan grosir, atau penjualan dari produsen ke dealer, hanya berjumlah 52 unit dalam tujuh bulan pertama tahun 2024, turun 68,7% dari total tahun lalu sebanyak 166 unit.
Parahnya, penjualan Juli 2024 hanya 2 unit, lebih rendah dibandingkan penjualan bulan sebelumnya yang hanya 4 unit. Sedangkan retail sales atau penjualan dari dealer ke konsumen akhir Januari-Juli 2024 sebanyak 65 unit. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 141 unit. Penjualan retail VW sendiri di Republik Ingushetia pada Juli 2024 hanya sebanyak 4 unit.
Perusahaan sedang terguncang
Perusahaan mengatakan situasi penjualan VW sangat penting dan diperlukan langkah-langkah efisiensi.
CEO Volkswagen Group Oliver Blume mengatakan dalam keterangan tertulisnya, kemungkinan besar perusahaan akan mengambil tindakan restrukturisasi menyeluruh.
“Industri otomotif Eropa berada dalam situasi yang sangat sulit dan serius,” kata Blum seperti dilansir CNBC International, Minggu (9 Agustus 2024).
“Situasi perekonomian semakin sulit dan pesaing-pesaing baru mulai masuk ke pasar Eropa. Selain itu, Jerman, terutama sebagai tempat produksi, semakin tertinggal dalam hal daya saing,” imbuhnya.
Akibatnya, perusahaan kini harus bertindak tegas, dan merek-merek di dalam perusahaan tersebut harus menjalani restrukturisasi.
Dari keterangan Blum, situasi saat ini mengindikasikan pabrik mobil dan komponen akan tutup.
Pemerintah Jerman melakukan intervensi
Foto: REUTERS/Fabian Bimmer
Kendaraan ekspor Volkswagen di pelabuhan Emden, di sebelah pabrik VW, Jerman, 9 Maret 2018. REUTERS/Fabian Bimmer
|
Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan pemerintah ingin mendukung VW dan membantunya menghindari penutupan pabrik. Namun, para pembuat mobil besar ini harus menyelesaikan sendiri sebagian besar masalahnya.
VW sebelumnya mengumumkan perlunya restrukturisasi besar-besaran agar tetap kompetitif dan sedang mempertimbangkan penutupan pabrik di Jerman, langkah pertama dalam 87 tahun sejarah perusahaan.
Pengumuman tersebut mengejutkan para karyawan dan memicu kekhawatiran mengenai masa depan industri otomotif Jerman, yang menghadapi tantangan dari tingginya biaya, persaingan dari Tiongkok, dan lemahnya permintaan kendaraan listrik (EV).
“Sebagian besar tugas ini harus dilakukan oleh Volkswagen sendiri,” kata Habeck saat berkunjung ke pabrik VW di Emden, barat laut Jerman, Jumat (20 September 2024), seperti dilansir AFP.
Namun, dia menolak mengomentari laporan media bahwa ribuan pekerjaan di Volkswagen terancam, dan mengatakan dia tidak bisa ikut campur dalam kebijakan perusahaan.
Namun, Habeck mengatakan pemerintah bisa membantu sektor otomotif dengan mengirimkan sinyal pasar yang tepat, meski ia tidak menyebutkan kemungkinan dana talangan pemerintah khusus untuk Volkswagen.
Dia menekankan pentingnya meningkatkan permintaan kendaraan listrik, dengan mengatakan bahwa “kendaraan listrik adalah masa depan.”
Penjualan kendaraan listrik bertenaga baterai di Jerman anjlok tajam tahun ini setelah pemerintah menghapuskan subsidi. Hal ini merupakan pukulan besar bagi produsen mobil yang telah banyak berinvestasi dalam transisi ke energi terbarukan.
Berlin baru-baru ini mengumumkan rencana untuk memotong pajak kendaraan listrik perusahaan untuk meningkatkan permintaan, kata Habeck.
Senin depan, Habeck akan mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan industri otomotif dan perwakilan serikat pekerja untuk membahas keprihatinan industri.
Sebagai tanda tantangan yang dihadapi produsen mobil, Mercedes-Benz pada hari Kamis menurunkan perkiraan tahun 2024 karena lemahnya penjualan di pasar utama Tiongkok. Saingan Jerman lainnya, BMW, juga memangkas perkiraan labanya awal bulan ini, dengan alasan lemahnya permintaan di Tiongkok.
(hsy/hsy)
Artikel berikutnya
Penurunan penjualan mobil: Perekonomian lesu, rupee melemah, suku bunga tidak berkelanjutan