Jakarta, Harian – Keputusan mengejutkan Presiden Yoon Seok-yeol yang mengumumkan keadaan darurat militer pada Selasa malam (12 Maret 2024) menyebabkan keributan politik di negara tersebut. Langkah tersebut merupakan puncak dari serangkaian konflik dengan oposisi dalam negeri, media, dan bahkan partainya sendiri, Partai Kekuatan Rakyat (PPP).
Meskipun Yun membatalkan deklarasi tersebut hanya beberapa jam setelah anggota parlemen, termasuk beberapa anggota partainya, memblokir langkah tersebut, keputusan tersebut menimbulkan pertanyaan serius mengenai masa depan politiknya.
Deklarasi darurat militer yang dilakukan Yoon memerintahkan para dokter yang mogok untuk kembali bertugas di tengah konflik mengenai reformasi layanan kesehatan. Namun, langkah ini ditolak oleh parlemen sehingga memaksa presiden untuk membatalkannya.
Sementara itu, Yoon berpendapat ada kekuatan pro-komunis dan pro-Korea Utara yang mencoba merusak stabilitas negara.
“Kekuatan komunis? Ini adalah dogma Yoon, bukan fakta,” kata David Rea, seorang pendukung PPP berusia 48 tahun, saat ia melakukan protes di luar parlemen, menurut Reuters.
Jenny Town dari Stimson Center, sebuah lembaga pemikir AS, menyebut tindakan tersebut sebagai “tindakan putus asa dan berbahaya” yang dapat mengakhiri masa jabatan Yoon.
“Dia sudah tidak populer, tapi ini bisa menjadi tantangan terakhir yang memulai proses pemakzulan,” katanya.
Ratusan pengunjuk rasa sebelumnya berkumpul di luar Majelis Nasional menyusul pengumuman Yoon bahwa ia bertindak untuk membasmi “kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang tidak tahu malu.”
Massa di Seoul bersorak ketika Majelis Nasional memilih untuk menolak perintahnya dan menyerukan penangkapan Yoon, sambil meneriakkan “Cabut darurat militer” dan “Cabut darurat militer.”
Helikopter berputar-putar di atas kepala ketika petugas bersenjata berbaris dan mencoba memaksa masuk ke dalam gedung, dan staf parlemen mencoba mendorong mereka kembali dengan alat pemadam kebakaran sehingga anggota parlemen dapat berkumpul untuk menolak perintah tersebut.
Latar belakang konflik
Yoon memenangkan pemilihan presiden 2022 dengan selisih terkecil dalam sejarah Korea Selatan. Kampanyenya dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kebijakan ekonomi, skandal dan perdebatan mengenai kesetaraan gender.
Namun, setelah menjabat, Yun menghadapi tuduhan kepemimpinan otoriter dan upaya untuk menekan oposisi.
Dalam pidatonya tahun lalu, Yun mengatakan bahwa “kekuatan komunis totaliter” menyamar sebagai pejuang demokrasi dan hak asasi manusia. Dia menggunakan kata-kata ini untuk membenarkan penerapan darurat militer.
Kebijakan garis kerasnya terhadap serikat pekerja, pemogokan dokter dan penyelidikan terhadap istri dan pejabat senior pemerintah telah meningkatkan ketegangan dengan Partai Demokrat Korea, oposisi utama yang memenangkan 175 dari 300 kursi di Majelis Nasional pada pemilu bulan April lalu.
Sejak menjabat, Yoon dikritik karena merusak demokrasi di Korea Selatan. Indeks kebebasan pers di negara ini turun dari peringkat 47 ke peringkat 62 dalam laporan tahunan Reporters Without Borders. Dia juga menghadapi tuduhan “berita palsu” terhadap para kritikus, membawa lebih banyak kasus pencemaran nama baik dibandingkan presiden sebelumnya, dan membatasi akses ke media.
Laporan Institute for Varieties of Democracy pada bulan Maret mencatat penurunan demokrasi Korea Selatan sejak Yoon menjabat, mengutip kasus-kasus pengadilan terhadap tokoh-tokoh dari pemerintahan sebelumnya dan pembatasan kesetaraan gender dan kebebasan berekspresi.
Pengaruh internasional
Keputusan Yoon juga menimbulkan kekhawatiran internasional. Mason Ritchie, seorang profesor di Hankuk University of Foreign Studies di Seoul, mengatakan pemberlakuan darurat militer membuat Korea Selatan tidak stabil.
“Hal ini akan berdampak negatif pada pasar keuangan dan posisi diplomatik Korea Selatan di dunia,” ujarnya.
Seorang diplomat Barat, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan tindakan tersebut akan mempersulit negosiasi mengenai partisipasi Korea Selatan dalam upaya diplomatik multinasional.
Krisis ini menempatkan Yun pada posisi politik yang genting, dan beberapa pengamat meningkatkan kemungkinan pemakzulan. Partainya sendiri, PPP, meminta Yoon untuk mencabut darurat militer.
Han Dong Hoon, mantan orang kepercayaan Yoon yang kini memimpin PPP, juga mengkritik langkah tersebut.
Bahkan jika Yun berhasil mengingkari deklarasi tersebut, dampaknya terhadap stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya akan tetap tidak dapat diprediksi.
Ketika situasi terus meningkat, masa depan Presiden Yoon dan stabilitas Korea Selatan berada dalam bahaya.
(menetas/menetas)
Artikel selanjutnya
Sama seperti Star Wars, Korea Selatan siap menggunakan laser Star Wars untuk melawan Korea Utara