Jakarta, Harian – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan penurunan produksi tiga komoditas pangan seperti rumput laut, coklat, dan kopi bisa mendorong Indonesia menjadi negara maju. Oleh karena itu, ia meminta Ikatan Ilmuwan Ekonomi Indonesia (ISEI) menyusun strategi pengembangan lebih lanjut sektor tersebut dalam pekerjaan tersebut.
Hal itu diungkapkan Jokowi saat membuka Kongres dan Seminar Nasional Ikatan Ekonom Indonesia ke-22 Tahun 2024 di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (19/9/2024).
Saya ingin pengolahannya yang padat karya, yaitu rumput laut atau rumput laut yang tidak terpengaruh dengan pengelolaan yang baik, kata Jokowi dalam sambutannya.
Ia melihat turunan rumput laut berpotensi menjadi pupuk organik, kosmetik, tepung, gelatin, bahkan minyak penerbangan.
Selain itu, kata dia, Indonesia juga memiliki potensi besar untuk pengembangan industri ini karena memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia yang mencapai 81 ribu kilometer.
“Potensinya sangat besar, namun perlu dirancang, direncanakan, dan distrategikan dengan baik agar dapat mencapai hasil,” ujarnya.
Jokowi juga menyinggung barang lain seperti kopi yang perlu diolah. Menurutnya, Indonesia memiliki lahan kopi seluas 1,2 juta hektar, dan hasilnya mencapai 2,3-2,5 hektar.
Sayangnya, menurut Jokowi, hasil produksinya masih belum maksimal. Oleh karena itu, perlu dikembangkan lebih lanjut. Meskipun permintaan kopi dan harga kopi kerap meningkat setiap tahunnya, namun industri tersebut masih belum dikelola dengan baik.
“Dari 1 hektar di Vietnam bisa 8-9 ton per hektar. Kita sudah lama kalah dari Vietnam, padahal kita yang pertama penelitiannya.
Begitu pula dengan coklat, menurutnya industri ini masih perlu dikembangkan. Sebab hingga saat ini Indonesia masih mengimpor bahan baku coklat, meski luas perkebunan kakaonya mencapai 1,4 juta hektar.
“Ada industrinya, tapi bahan baku kakaonya tidak mencukupi, jadi kita impor, itu kesalahan besar lainnya. Lainnya lada, nilam, yang turunannya akan memberi nilai tambah lebih besar,” ujarnya.
Menurut Jokowi, penyulingan minyak bisa meningkatkan pendapatan negara. Dia mencontohkan, jika nikel dijual dalam bentuk mentah, nilai ekspornya hanya US$3 miliar atau Rp 45 triliun. Kemudian setelah dihentikan pada tahun 2021 meningkat dua kali lipat menjadi Rp340 triliun pada tahun 2022 dan menjadi Rp520 triliun pada tahun 2023.
“Coba lompat. Ada yang bilang ke saya, “Pak, keuntungan perusahaan itu yang didapat masyarakat,” katanya.
“Jangan salah, kita memungut pajak dari sana. Pajak perusahaan, pajak pegawai, bea keluar, pajak keluar, bea keluar, belum lagi PNBP. Besar sekali,” sambungnya.
(halo/halo)
Artikel selanjutnya
Video: Jokowi: Jangan sampai RI salah jalan dan tidak menjadi negara maju