Jakarta, Harian – Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF Abra El Talattow mengkritisi sikap Presiden Joko Widodo yang dinilai kurang berani mengambil langkah penting, terutama terkait kebijakan pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM). ), yang lebih tepat sasaran.
Abra menilai meski data BPS dan Pertamina jelas menunjukkan ketidakakuratan penyaluran BBM bersubsidi, namun pemerintah belum mengambil tindakan tegas untuk mengubah kebijakan subsidi terbuka menjadi subsidi tertutup.
“Sudah 5 tahun lebih pemerintah melontarkan wacana ini, kenapa masih didengarkan, santai saja, saya paham pemerintahan Pak Jokowi sama sekali tidak mau menanggung beban politik atas kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak relevan. -populis,” kata Abra dalam program Energy Corner di Harian. Dikutip Kamis (26 September 2024).
Padahal, kata dia, tidak ada beban politik yang berarti bagi Jokowi untuk melaksanakan kebijakan tersebut, dan justru merupakan tanggung jawab yang harus dipikul di bawah kepemimpinan mantan Wali Kota Solo tersebut.
“Jadi ‘mencuci piring’ itu harus dilakukan pada era Presiden Jokowi,” ujarnya.
Abra juga menyoroti alokasi subsidi energi periode 2015-2024 mencapai sekitar Rp 2,930 triliun, namun porsi subsidi energi terhadap total belanja pemerintah pusat justru terus menurun.
Pada tahun 2015, subsidi energi menyumbang 10,1% dari belanja pemerintah pusat, dan angka ini akan turun menjadi 7,6% pada tahun 2024.
“Jadi kecuali pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk mengubah kebijakan subsidi tertutup ini, pasti akan menjadi beban APBN ke depan, ya, dalam situasi saat ini kita juga melihat ada risiko geopolitik global yang akan sangat mempengaruhi volatilitas. harga minyak mentah global,” katanya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana memperketat kriteria konsumen BBM bersubsidi dan menjadikannya lebih tepat sasaran. Sedianya dilaksanakan pada 1 September, kemudian diundur menjadi 1 Oktober. Namun baru-baru ini pemerintah mengumumkan kebijakan kriteria baru konsumen BBM bersubsidi tidak akan diterapkan mulai 1 Oktober 2024.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, aturan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan bahan bakar khusus (JBKP), pertalite dan bahan bakar tertentu (JBT), solar bersubsidi, masih dalam pembahasan.
Oleh karena itu, menurutnya, aturan yang akan tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM tersebut belum akan terbit dalam waktu dekat. Hal ini sekaligus mengoreksi pernyataan Bahlil sebelumnya yang menyebutkan aturan tersebut akan mulai berlaku pada 1 Oktober 2024.
“Saya tidak menginginkan ini (Oktober). Saya belum merasa seperti itu,” kata Bahlil saat ditemui di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta, Jumat (20 September 2024).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta anggota kabinetnya tidak mengambil kebijakan ekstrem sebelum pergantian pemerintahan.
Pada rapat kabinet paripurna terakhir, Jumat (13/9/2024) di IKN, Kalimantan Timur, Presiden Jokowi meminta para menteri kabinet Indonesia bersuara dan tidak mengambil kebijakan ekstrem, terutama yang berdampak pada hajat hidup orang banyak.
Jokowi meminta situasi tetap kondusif demi semakin tumbuhnya stabilitas pembangunan. Hal ini untuk mencegah terjadinya keresahan di hadapan pemerintahan berikutnya atau dalam hal ini pemerintahan Presiden terpilih Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Artinya kita harus mampu menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi, menjaga pertumbuhan, menjaga keamanan, menjaga ketertiban dan tidak melakukan kebijakan-kebijakan yang ekstrim, apalagi yang berkaitan dengan keinginan orang banyak yang dapat merugikan masyarakat luas. , yang bisa menimbulkan keresahan,” kata Jokowi pada rapat paripurna terakhir Kabinet IKN, Jumat (13/9/2024).
(melalui)
Artikel berikutnya
Faisal Basri Kritik Kebijakan BBM Jokowi: Bikin Masalah Lagi!