Jakarta, Harian – Amerika Serikat (AS) menuding Indonesia menggunakan kerja paksa sebagai bagian dari program “kebanggaan” Presiden Ri Joko Widodo (Jokowi), dalam hal ini pada penyulingan nikel Tanah Air.
Thea Lee, Undersecretary for International Labour Affairs Departemen Tenaga Kerja AS, mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi terhadap tren peningkatan kerja paksa, khususnya untuk produk nikel yang diolah di Indonesia.
“Kerja paksa mencemari rantai pasokan mineral penting lainnya, termasuk aluminium dan polisilikon dari Tiongkok. nikel dari Indonesia“Sekali lagi, kobalt, tantalum, dan timah dari DRC (Republik Demokratik Kongo),” kata Lee, seperti dilansir situs resmi Departemen Luar Negeri AS, dikutip Rabu (09/10/2024).
Lantas bagaimana pernyataan Lee terkait praktik kerja paksa, termasuk di Indonesia? Simak ringkasannya di bawah ini.
Lee awalnya melaporkan bahwa kerja paksa saat ini dilakukan di seluruh dunia terhadap pekerja dan anak-anak di berbagai sektor. Salah satu sektor yang disebutkan Lee di mana terjadi kerja paksa adalah industri pertambangan, termasuk nikel, kobalt, tembaga, dan timah.
Lee mengatakan tren kerja paksa dan jumlah pekerja anak semakin meningkat, terutama di Republik Demokratik Kongo, Zambia, Zimbabwe dan Bolivia, di sektor pertambangan skala kecil dan besar yang mengolah mineral yang mengandung zat beracun.
“Tren kedua yang ingin saya soroti adalah peningkatan jumlah mineral penting yang diekstraksi melalui pekerja anak atau pekerja paksa. Saat ini terdapat 12 anak dalam daftar tersebut. Anak-anak di Republik Demokratik Kongo, Zambia, Zimbabwe dan Bolivia menambang mineral penting seperti kobalt. , tembaga, litium, mangan, tantalum, timah, tungsten, dan seng,” ujarnya.
“Mereka bekerja di tambang skala kecil dan tambang rakyat yang tidak diatur dengan baik, melakukan pekerjaan berbahaya seperti menggali terowongan, membawa beban berat, dan menangani zat beracun,” tambahnya.
Selain negara-negara tersebut, salah satu negara penghasil produk pertambangan seperti China juga tersinggung dengan Li yang melakukan hal serupa.
Tiongkok, lanjut Li, merupakan negara yang mencemari rantai pasokan mineral penting, termasuk aluminium dan polisilikon.
“Kerja paksa mencemari rantai pasokan mineral penting lainnya, termasuk aluminium dan polisilikon dari Tiongkok,” kata Li.
Indonesia pun tak lepas dari tudingan, kata Lee, praktik kerja paksa di Indonesia banyak ditemukan di sektor nikel.
Li tak hanya dituding melakukan kerja paksa, namun juga menyebut Indonesia sama seperti China dan Kongo yang juga melakukan pelanggaran seperti lembur berlebihan dan terpaksa, kerja tidak aman, tunggakan gaji, denda, pemecatan, ancaman kekerasan bahkan utang. perbudakan.
“Pekerja menghadapi pelanggaran seperti lembur yang berlebihan dan dipaksakan, pekerjaan yang tidak aman, tidak dibayarnya upah, denda, pemecatan, ancaman kekerasan dan ijon,” tambahnya.
Tidak hanya sampai disitu saja: meningkatnya jumlah pekerja paksa di berbagai negara, termasuk Indonesia, juga didorong oleh meningkatnya permintaan global terhadap energi terbarukan, yang sebagian bahan utamanya berasal dari pertambangan.
“Bagaimana kita menyeimbangkan kebutuhan mendesak akan energi bersih dengan kebutuhan untuk melindungi pekerja yang rentan? Bisakah kita memastikan bahwa jalan kita menuju masa depan yang lebih berkelanjutan tidak diawali oleh eksploitasi tenaga kerja?,” ujarnya.
(pgr/pgr)
Artikel berikutnya
Inilah potensi pengolahan nikel Indonesia yang menyumbang separuh produksi global.