Ilmuwan Temukan Bahan Baju Penangkal Gelombang Panas



orang-orang-mendinginkan-diri-dalam-kabut-di-sepanjang-las-vegas-strip-minggu-7-juli-2024-di-las-vegas_169 Ilmuwan Temukan Bahan Baju Penangkal Gelombang Panas




Jakarta, Harian – Penemuan baru mengguncang industri tekstil global. Kali ini, tim peneliti dari Universitas Chicago menemukan bahan kain baru yang mampu meredam panas di siang hari.

Dalam postingan di akun Instagram resmi World Economic Forum (WEF) pada Kamis (19/9/2024), tim peneliti yang dipimpin Profesor Po Chun Soo menemukan material baru yang terdiri dari tiga lapisan. Lapisan pertama merupakan penangkal panas matahari.

Lapisan kedua adalah kawat nano perak yang memantulkan panas dari permukaan seperti aspal dan jalan raya. Lapisan ketiga merupakan lapisan wol yang menghantarkan panas dari pakaian yang dikenakan.

Dalam pengujian mendetail di bawah terik matahari Arizona, bahan tersebut ditemukan 2,3 derajat lebih dingin dibandingkan kain emisif yang biasanya digunakan untuk olahraga. Bahannya juga 8,9 derajat lebih dingin dibandingkan bahan sutra komersial yang biasa digunakan untuk kemeja, gaun, dan pakaian musim panas.

“Tim berharap bahan ini akan membantu banyak orang menghindari rawat inap dan kematian terkait panas yang terjadi di pusat populasi global pada tahun ini saja,” kata para peneliti, yang juga dipublikasikan di situs web Universitas Chicago.

Peneliti kemudian melanjutkan, kain pendingin yang ada di pasaran saat ini masih belum bisa dimanfaatkan secara maksimal di perkotaan. Pasalnya, sinar matahari bukan satu-satunya sumber panas di perkotaan.

Artinya, bahan pendingin yang ada tidak dapat digunakan secara optimal di Nevada, California, Asia Tenggara, dan Tiongkok, yang diperkirakan akan terus mengalami gelombang panas parah.

“Orang biasanya fokus pada kinerja atau desain material tekstil pendingin,” kata salah satu peneliti, Ronghui Wu. “Untuk menciptakan tekstil yang dapat digunakan dalam kehidupan nyata, lingkungan perlu diperhitungkan.”

Ketika suhu global meningkat dan populasi perkotaan meningkat, kota-kota di dunia menjadi hotspot baru. Diperkirakan pada tahun 2050, 68% penduduk dunia akan tinggal di perkotaan, dan hal ini menjadi masalah yang semakin berkembang dan mematikan.

Kejadian tahun ini membuktikan bahwa gelombang panas yang terjadi saat ini telah melanda dunia secara kolosal. Kota-kota di Meksiko, India, Pakistan, dan Oman diketahui mencapai atau melampaui 50 derajat Celcius.

Meski banyak orang menggunakan AC atau AC, sejumlah pakar dari Universitas Chicago mengatakan hal itu justru memperburuk situasi. Hal ini karena jejak karbon dari sistem pendingin udara dan pendingin berkontribusi terhadap perubahan iklim.

“Peradaban kita sebenarnya menggunakan 10 hingga 15% energi secara keseluruhan hanya untuk tetap merasa nyaman dimanapun kita berada,” kata Profesor Su, yang memimpin penelitian.

“Para peneliti juga berharap kain tersebut dapat digunakan pada bangunan, mobil, dan penyimpanan makanan serta transportasi, menurunkan suhu interior dan mengurangi biaya dan emisi karbon dari AC.”

(fsd/fsd)

Tonton videonya di bawah ini:

Video: Anggaran Besar Kementerian Era Prabowo untuk Insiden Boeing

Leave a Comment