Jakarta, Harian – Penghuni apartemen dan rumah susun memprotes pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11% atas biaya kinerja lingkungan (IPL). Mereka juga berpendapat bahwa penerapan PPN atas IPL tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Ketua Umum Persatuan Penghuni Apartemen Seluruh Indonesia (P3RSI) Ajit Lauhatta mengatakan, kebijakan tersebut tidak tepat karena banyak penghuninya adalah kelas menengah yang daya belinya saat ini sedang menurun.
“Jangan dikira semua penghuni apartemen itu kaya ya. Saya tahu kondisi penyewa saya, banyak IPL yang susah bayar apalagi ditambah PPN. Banyak orang yang tinggal di apartemen adalah kelas menengah, sedangkan orang kaya tinggal di properti tapak. rumah, bahkan di “Elli ya, karena harga rumah tapak di Jakarta sudah tinggi,” kata Ajit kepada Harian, Kamis (26 September 2024).
Saat ini banyak masyarakat kelas menengah yang mengalami kesulitan ekonomi akibat menurunnya daya beli. Pihaknya juga telah menerima laporan dari warga mengenai kesulitan membayar IPL dan rencana pengusiran sebagian warga dari apartemennya.
“Kalau begitu, masyarakat akan malas tinggal di apartemen. Sekarang pun okupansinya mungkin 50%, itu dianggap bagus, dan karena itu tidak semua orang harus membayar IPL, banyak yang menunggak,” kata Ajith.
Foto: Ratusan bendera merah putih dipasang di balkon Apartemen Taman Rasuna, Komplek Epicentrum, Jakarta, Jumat (11/8/2023). (Harian/Faisal Rahman)
Ratusan bendera merah putih dipasang di balkon Apartemen Taman Rasuna, Kompleks Epicentrum, Jakarta, Jumat (11/8/2023). (Harian/Faisal Rahman)
|
Uang IPL sebenarnya digunakan untuk berbagai biaya pemeliharaan, misalnya digunakan untuk membayar biaya listrik, air tempat umum, pemeliharaan gedung, biaya administrasi, gaji pegawai, jasa kebersihan, jasa keamanan, jasa admin dan lain sebagainya. Penghuni apartemen dan apartemen sangat marah hingga berencana berdemonstrasi di jalanan.
“Pemerintah harus bisa mendengar keluhan ini. Kalau tidak didengar, kita harus mengambil langkah berikutnya, tapi tidak menutup kemungkinan kita akan turun ke jalan,” kata Ajit.
Sementara itu, Ajith membeberkan dasar hukumnya dengan mengacu pada aturan yang ada berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PP MenKum & HAM No. Peraturan Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa PPPSRS adalah badan hukum, yaitu kumpulan orang-orang yang dibentuk untuk mewujudkan maksud dan tujuan tertentu bersama dalam bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, serta tidak membagi keuntungan dengan para anggotanya.
Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor 01/PJ.33/1998 disebutkan bahwa kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh PPPSRS diselaraskan dengan kegiatan RT/RW yang bergerak di bidang sosial. sektor. . Dengan demikian, jasa pengelolaan tersebut termasuk dalam pengertian jasa sosial tidak dikenakan PPN.
Menurut ayat (3) Pasal 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai, salah satu jasa yang tidak dikenakan PPN adalah jasa sosial, oleh karena itu badan hukum atau orang perseorangan tidak wajib memungut PPN apabila melakukan kegiatan di bidang tersebut. bidang pelayanan sosial. Ketentuan undang-undang ini semakin diperkuat dengan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Barang dan Jasa Bebas Pajak yang menyatakan bahwa pelayanan sosial tidak dikenakan pajak.
“Tidak ada satu pun ketentuan dalam Peraturan Harmonisasi Perpajakan atau peraturan perpajakan lainnya yang secara tegas dan jelas menyatakan bahwa kata atau barang dalam formulir IPL dikenakan PPN. Oleh karena itu, Dirjen Pajak tidak bisa memungut PPN atas IPL, dan jika dikenakan berarti memungutnya secara tidak langsung, tanpa mengandalkan aturan yang jelas dan pasti,” tegasnya.
Kemudian kondisi saat ini banyak apartemen dan apartemen di Jakarta yang mengalami kekurangan biaya pengelolaan. Kekurangan anggaran pengelolaan ini diperparah dengan utang IPL pemilik atau penyewa yang cukup besar.
Ajit mengatakan, hampir bisa dipastikan seluruh apartemen di Indonesia memiliki tunggakan pembayaran IPL hingga miliaran rupee. Situasi ini bisa diperburuk dengan rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11% terhadap apartemen IPL.
Ada kekhawatiran akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang bekerja di industri apartemen.
“Saya mendapat laporan dari beberapa PPPSRS (Perkumpulan Pemilik dan Penyewa Apartemen) di beberapa apartemen, mereka harus mengurangi jumlah karyawannya, ada yang stafnya 30-40 orang, ini dikurangi menjadi 20 orang atau bahkan lebih rendah lagi Yang harus diketahui pemerintah adalah kami juga mengalami pengurangan staf,” ujarnya.
(siapa/siapa)
Artikel berikutnya
Jumlah apartemen di Jakarta semakin bertambah, siapkah Anda menurunkan harga sewa?