Jakarta, Harian – Gaya hidup sehat bersepeda menjadi tren yang populer di kalangan masyarakat Indonesia saat terjadi pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu. Fenomena ini juga menyebabkan peningkatan penjualan sepeda di Tanah Air.
Namun, fenomena tersebut ternyata hanya berumur pendek karena kembalinya pola aktivitas setelah berbagai pembatasan selama pandemi. Dampaknya, penjualan sepeda pun menurun.
Pedagang sepeda Darno (48) mengenang masa kejayaan bisnis penjualan sepedanya di masa pandemi lalu. Menurutnya, jika di masa pandemi ia mampu menjual 25-30 unit sepeda dalam sehari, kini ia hanya bisa mengandalkan penjualan di akhir pekan sebanyak 6-12 unit.
“Saat Covid sehari ada 25-30 unit sampai barang kosong. Saya benar-benar harus mencari di gudang. Sekarang dukungannya hanya di hari Sabtu dan Minggu. Biasanya pada hari Sabtu dan Minggu sampai jam 6-12. unit bisa dijual,” ujarnya. Darno saat bertemu dengan Harian di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Jumat (20 September 2024).
Diakui Darno, omzet penjualannya saat ini turun signifikan dibandingkan saat pandemi Covid-19. Sebab, di masa pandemi, ia mampu mematok harga jual sepeda dua kali lipat karena tingginya permintaan. Namun kini permintaan sudah turun, harga jual sudah kembali ke harga normal.
“Penjualan turun, jadi harga turun. Penurunan hampir 50%. Misalnya waktu Covid kita jual Rp 4 juta, tapi sekarang harganya hanya Rp 2 juta. Harga sepeda kini sudah kembali ke harga normal. . Karena saat Covid permintaannya tinggi sehingga harga naik. Sekarang harga sudah “normal”. Karena sebelum ada Covid, cari barangnya susah, jadi harga naik,” jelasnya.
Ia mengatakan, harga jual sepeda lipat di masa pandemi Covid-19 bisa mencapai Rp 15 juta per unit. Sementara itu, harga sepeda kini turun ke level Rp 8 juta per unit karena permintaan sepeda lipat yang saat ini sedang tren menurun.
“Saat pandemi Covid-19, harga sepeda lipat bisa mencapai Rp 15 juta, sekarang maksimal sekitar Rp 8 juta. Sebab saat ini permintaan sepeda lipat juga sudah turun. Untuk tipe MTB maksimal Rp 7-8. juta kalau Covid, sekarang harganya sekitar Rp 3-4 juta, ”ujarnya.
Menurut dia, penurunan harga dan omzet penjualan sepeda ini terjadi di seluruh toko sepeda di kawasan Pasar Rumput. Ia mengatakan, harga sepeda di seluruh toko di kawasan itu serentak turun hingga 50% dibandingkan harga pada masa pandemi Covid-19.
“Itu terjadi di semua toko, semuanya turun 50% dengan harga pasar,” kata Darno.
Foto: Penjualan sepeda di Pasar Ramput, Jakarta Pusat, Jumat (20 September 2024). (Harian/Martyasari Rizki)
Penjualan Sepeda di Pasar Ramput, Jakarta Pusat, Jumat (20 September 2024). (Harian/Martyasari Rizki)
|
Hal senada juga diungkapkan pedagang sepeda lainnya, Dhoni (39).
Menurut dia, tren penjualan sepeda pascapandemi Covid-19 menurun tajam hingga mencapai 50-75%. Menurutnya, jika pada masa pandemi Covid-19 pedagang durian terkesan terpuruk, yang mana omzet penjualan per hari bisa mencapai 10-15 juta, kini omzet penjualan turun hingga hanya 3-5 juta per hari.
“Penjualan sekarang pasti turun, kegemaran bersepeda sudah hilang. Harga dan omzet penjualan bisa turun 50-75%. Kalau Covid, penjualan per hari bisa 10-15 unit per hari. Sekarang maksimal 3-5 unit.” per hari dulunya Rp 10-15 juta, sekarang alhamdulillah hanya Rp 3-5 juta,” kata Doni.
Kapan penjualan sepeda mulai menurun?
Baik Darnaud maupun Dhoni sepakat tren penurunan penjualan sepeda sudah terjadi sejak akhir tahun 2022, dengan puncak terparah terjadi pada tahun 2023, atau saat dimulainya transisi menuju new normal.
“Akhir tahun 2022 penjualan mulai menurun, paling parah di tahun 2023. Itu yang terburuk,” kata Darno.
Darno memperkirakan penurunan penjualan terjadi karena masyarakat mulai beralih ke belanja online, dan juga karena masyarakat yang sebelumnya bekerja dari rumah harus kembali beraktivitas di kantor.
“Peluang pertama adalah faktor online, sudah pasti pengaruh online. Saya tidak menjual secara online. Mungkin juga orang-orang tidak lagi sering bepergian. Mereka kembali bekerja di kantor,” ujarnya. dikatakan.
Dhoni pun berpendapat serupa. Masyarakat yang dulunya mempunyai banyak waktu luang karena kebijakan bekerja dari rumah, kini kebijakan tersebut sudah kembali normal dan para pekerja sudah kembali bekerja kantoran, gairah bersepeda yang selama ini mereka nikmati pun hilang.
“Masyarakat punya banyak waktu luang karena Covid kan? WFH lumayan lah, pekerja tidak harus ke kantor sehingga suka memanfaatkan waktunya di pagi dan sore hari untuk bersepeda. Kini tidak lagi demikian: waktu yang biasa mereka habiskan untuk mengendarai sepeda kini digunakan untuk pulang pergi dari “kantor ke rumah (atau sebaliknya),” kata Doni.
(dce)
Artikel selanjutnya
Harga sepeda kian “murah”, dulu merek ini dibanderol Rp 30 jutaan, kini seharga Rp 19 jutaan.