Jakarta, Harian – China meluncurkan serangkaian stimulus ekonomi pada Jumat (27/9/2024). Hal ini terjadi ketika kondisi perekonomian di Negeri Tirai Bambu berkembang kurang optimal.
Kutipan AFP, Tiongkok telah memutuskan untuk memotong rasio persyaratan cadangan, yang menentukan berapa banyak pemberi pinjaman harus menyimpan cadangannya. Gubernur bank sentral Tiongkok Pan Gongsheng mengatakan langkah tersebut akan meningkatkan likuiditas jangka panjang sekitar satu triliun yuan (Rp 2.140 triliun).
Selain menurunkan rasio cadangan, bank juga menurunkan suku bunga seven day reverse repo dari 1,7% menjadi 1,5%.
Langkah Bank Rakyat Tiongkok ini dilakukan sehari setelah Presiden Xi Jinping dan pejabat senior lainnya mengakui adanya “tantangan baru” di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Mereka juga menguraikan rencana untuk mengembalikan masalah ini ke jalurnya.
Partai Komunis yang berkuasa juga mengadakan pertemuan badan utamanya, Politbiro, pada hari Kamis untuk “menganalisis dan mempelajari situasi ekonomi saat ini.”
“Dalam perekonomian saat ini, sejumlah situasi dan masalah baru telah muncul,” lapor kantor berita tersebut. Xinhua laporan setelah pertemuan.
“Kita harus melihat situasi perekonomian saat ini secara komprehensif, obyektif dan tenang, menghadapi kesulitan (dan) membangun kepercayaan diri,” tambahnya.
Perlunya tindakan untuk menyelamatkan perekonomian terlihat jelas di jalanan Shanghai, dimana salah satu pemilik bisnis mengatakan dia merasakan tekanan.
“Berbisnis tahun ini bahkan lebih sulit dibandingkan saat pandemi,” kata warga Chang Gueyong.
“Masyarakat sudah tidak mau makan lagi, bahkan pegawai pun membawa bekal bekal ke kantor,” imbuhnya.
Tindakan ini disambut baik oleh sejumlah besar investor. Saham di Shanghai dan Hong Kong naik sekitar 10 persen minggu ini.
“Beijing tampaknya bertekad untuk terus meluncurkan bazoka stimulusnya,” kata analis Nomura dalam sebuah catatan.
“Pengakuan Beijing terhadap situasi ekonomi harus dinilai oleh pasar. Kami yakin bahwa langkah-langkah dukungan tambahan akan diumumkan oleh berbagai kementerian dan pemerintah daerah dalam beberapa minggu dan bulan mendatang,” ujarnya.
Namun, pihak lain memperingatkan bahwa negara tersebut mungkin masih gagal memenuhi target pertumbuhannya. Pasalnya, stimulus sebesar itu hanya mampu menopang pertumbuhan negeri tirai bambu itu pada level yang masih di bawah 5%.
“Pemerintah kemungkinan akan mengungkap dukungan kebijakan fiskal lebih lanjut dalam beberapa bulan ke depan. Paket ini cukup untuk perkiraan PDB kami sebesar 4,9 persen tahun ini,” kata penelitian ANZ.
“Namun, ini terlalu sedikit, sudah terlambat untuk masalah real estate yang sedang berlangsung,” katanya.
(bos/bos)
Artikel selanjutnya
Menjaga kedaulatan Indonesia di tengah pusaran konflik di Laut Cina Selatan