Jakarta, Harian – Presiden AS Joe Biden mengumumkan paket bantuan militer untuk Ukraina senilai lebih dari US$8 miliar, atau sekitar Rp 121,2 triliun (kurs Rp 15.150), sebagai bagian dari komitmen besar untuk membantu Kyiv melawan invasi Rusia.
Pernyataan tersebut disampaikan saat kunjungan Presiden Ukraina Vladimir Zelensky ke Washington pada Kamis (26/9/2024). Bantuan ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan militer Ukraina dan memberikan keunggulan di medan perang.
Biden mengatakan dukungan ini penting bagi kemenangan Ukraina dalam perang melawan Rusia.
Itu sebabnya hari ini saya mengumumkan peningkatan bantuan keamanan ke Ukraina dan serangkaian tindakan tambahan yang akan membantu Ukraina memenangkan perang ini, kata Biden dalam sebuah pernyataan. Reuters.
Komponen penting dari bantuan ini adalah pengiriman pertama senjata berpemandu presisi yang disebut Joint Standoff Weapon, sebuah bom canggih dengan jangkauan hingga 130 km, yang mampu mengenai sasaran dengan akurasi tinggi.
Bom ini akan meningkatkan kemampuan Ukraina untuk menyerang posisi Rusia dari jarak yang lebih aman, sehingga memberikan peningkatan signifikan pada persenjataan mereka.
Paket bantuan tersebut juga mencakup tambahan baterai pertahanan udara Patriot dan rudal Patriot, serta memperkuat pertahanan udara Ukraina dengan menyediakan sistem pesawat tak berawak dan amunisi udara ke darat.
Biden juga mengarahkan Pentagon untuk memperluas pelatihan bagi pilot Ukraina, termasuk mendukung pelatihan tambahan untuk 18 pilot F-16 tahun depan.
Zelensky berterima kasih kepada Biden dan Kongres AS atas dukungan mereka, dan mengatakan Ukraina akan menggunakan bantuan tersebut “dengan cara yang paling efektif dan transparan.” Di media sosial, Zelensky menekankan pentingnya bantuan ini, khususnya baterai Patriot, drone, dan rudal jarak jauh untuk melindungi rakyat Ukraina.
Kritik dari Partai Republik
Meskipun bantuan ke Ukraina mendapat dukungan bipartisan di Amerika Serikat, kritik dari beberapa pemimpin Partai Republik semakin meningkat. Beberapa tokoh Partai Republik, termasuk mantan Presiden Donald Trump, secara terbuka mengkritik Zelensky.
Trump menyalahkan Zelensky karena menolak mencapai kesepakatan damai dan menyalahkan pemerintahan Biden, termasuk Wakil Presiden Kamala Harris, atas invasi Rusia.
Beberapa anggota Partai Republik juga tidak senang dengan kunjungan Zelensky ke pabrik pertahanan di Scranton, Pennsylvania, tempat asal Biden. Hal ini mendorong Komite Pengawas DPR yang dipimpin Partai Republik meluncurkan penyelidikan atas perjalanan Zelensky. Ketua DPR AS Mike Johnson, seorang Republikan, bahkan menuntut agar duta besar Ukraina untuk Washington dipecat karena merencanakan perjalanan tersebut, meski ia menekankan bahwa tuntutannya bukanlah ancaman untuk menahan bantuan militer.
Setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Amerika Serikat menjadi pendukung utama Kyiv dalam upaya pertahanan diri. Bantuan terbaru ini dimaksudkan untuk memperkuat pertahanan udara Ukraina yang telah lama menjadi prioritas dalam melindungi infrastruktur vital negara tersebut dari serangan Rusia.
AS juga berencana menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina di Jerman bulan depan, yang akan mempertemukan lebih dari 50 negara yang mendukung Ukraina. Ini merupakan upaya untuk mengoordinasikan bantuan dan memastikan bahwa Ukraina memiliki segala yang dibutuhkan untuk melawan ancaman dari Rusia.
(menetas/menetas)
Artikel selanjutnya
Pasukan Putin merajalela, tanda-tanda kemenangan Rusia semakin cerah