4 Pemimpin Dunia Paling Ditakuti AS, Mampu Guncang Dominasi Barat



foto-kolase-kiri-kanan-pemimpin-tertinggi-iran-ali-khamenei-presiden-rusia-vladimir-putin-presiden-china-xi-jin-ping-dan-pemim_169 4 Pemimpin Dunia Paling Ditakuti AS, Mampu Guncang Dominasi Barat



Daftar isi



Jakarta, Harian – Ketegangan geopolitik global terus meningkat seiring dengan semakin dekatnya hubungan antara Rusia, Tiongkok, Iran, dan Korea Utara di bidang militer dan industri. Meski belum ada aliansi formal, kerja sama mereka kemungkinan besar akan memperkuat posisi mereka dalam melawan dominasi Barat, terutama dalam konteks perang di Ukraina.

Meluncurkan EkonomPada Selasa (24/9/2024), kolaborasi tersebut menegaskan semakin kuatnya hubungan antara empat negara otoriter ini dalam hal pasokan senjata, dukungan industri, dan pertukaran teknologi militer.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, dalam kunjungannya ke Eropa, menuduh keras China sebagai pemasok utama teknik dan mikroelektronika ke Rusia, yang justru membantu Rusia mempertahankan basis industri pertahanannya.

“Salah satu alasannya [Vladimir] “Putin mampu melanjutkan agresi ini berkat dukungan Republik Rakyat Tiongkok,” ujarnya.

Menurut Blinken, dukungan Tiongkok memungkinkan Vladimir Putin melanjutkan agresinya di Ukraina. Amerika Serikat juga melaporkan bahwa Rusia memasok Tiongkok dengan teknologi militer seperti kapal selam dan rudal.

Selain Tiongkok, Iran juga menjadi pemain utama dalam dukungan militer Rusia. Amerika mengklaim Iran telah mengirimkan ratusan rudal balistik jarak pendek ke Rusia.

Senjata-senjata ini, termasuk lebih dari 200 proyektil balistik Fath-360, digunakan oleh Rusia untuk menyerang sistem pertahanan udara Ukraina. Kerja sama tersebut menjadi perhatian besar bagi Barat, terutama karena dampaknya terhadap stabilitas keamanan global.

Munculnya “Poros Kejahatan”

Laksamana John Aquilino, mantan kepala Komando Indo-Pasifik A.S., mengatakan hubungan ini mewakili kelahiran kembali “poros kejahatan,” sebuah istilah yang pernah digunakan oleh mantan Presiden George W. Bush untuk menggambarkan Iran, Irak, dan Korea Utara.

“Kita hampir kembali ke poros kejahatan,” tegasnya.

Beberapa pengamat bahkan membandingkan kolaborasi ini dengan Poros Kekaisaran Jepang, Nazi Jerman, dan Italia Fasis pada tahun 1930an. Philip Zelikow dari Texas National Security Review memperingatkan bahwa Rusia, Tiongkok, Iran, dan Korea Utara kini bekerja sama dalam skala yang lebih lama dan lebih dalam dibandingkan negara-negara Poros di era sebelum Perang Dunia II.

Meskipun keempat negara tersebut memiliki perbedaan ideologi yang mencolok, seperti Islamisme garis keras dan komunisme, mereka dipersatukan oleh kebencian yang sama terhadap tatanan dunia yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Hubungan mereka dapat dicirikan sebagai “transaksionalisme strategis”, di mana masing-masing negara mengutamakan kepentingannya sendiri dalam kerja sama bilateral, namun terkadang juga membawa keuntungan kolektif.

Kerja sama ini berfokus pada tiga aspek utama: transfer senjata (peluru), dukungan industri (otot), dan pertukaran teknologi militer (otak). Dalam hal pengiriman senjata, Korea Utara dan Iran telah mengirimkan ratusan rudal. dengung serangan dan jutaan peluru artileri ke Rusia. Rusia menggunakannya untuk menyerang pertahanan udara Ukraina dan menyimpan rudal-rudalnya yang lebih canggih untuk serangan jarak jauh lainnya.

Dalam dukungan industri, Tiongkok adalah pemasok utama komponen-komponen yang dapat digunakan ganda seperti mikroelektronik dan peralatan mesin yang sangat penting bagi upaya Rusia untuk memproduksi rudal jelajah dan rudal jelajah. dengung.

Selain itu, kerja sama ini juga mendorong pertukaran teknologi militer yang semakin mendalam. Rusia, misalnya, menerima informasi berharga dari penasihat Iran tentang cara mengintegrasikan penggunaan serangan udara dengung dan roket.

Sementara itu, Korea Utara juga menerima informasi teknis mengenai efektivitas rudalnya terhadap sistem pertahanan udara Barat.

“Laboratorium” Ukraina

Konflik di Ukraina dan Timur Tengah telah menjadi “laboratorium pengetahuan” bagi Iran dan Korea Utara, yang memungkinkan mereka mempelajari efektivitas senjata mereka di lapangan. Rusia bahkan berbagi informasi dengan Iran tentang cara mengganggu sinyal drone dan GPS, dan mengirimkan peralatan Barat yang disita untuk analisis teknis.

Selain itu, kerja sama antara Rusia dan Tiongkok di bidang teknologi semakin berkembang, khususnya di bidang aeronautika, rudal, dan sistem peringatan dini. Rusia membantu Tiongkok menciptakan sistem pertahanan rudal, dan kedua negara juga bekerja sama dalam program luar angkasa.

Rusia juga mendukung program luar angkasa Iran, yang diduga merupakan kedok pengembangan rudal balistik antarbenua (ICBM). Rusia juga menjanjikan bantuan teknologi kepada Korea Utara, termasuk kemungkinan bantuan dalam pengembangan kendaraan. lagipintu masuk untuk ICBM.

Meski belum ada bukti adanya kerja sama yang serius dalam pengembangan senjata nuklir, namun proliferasi teknologi militer canggih ini semakin meningkat. Amerika Serikat telah memperingatkan bahwa konsesi Rusia kepada Korea Utara berpotensi melemahkan norma-norma nonproliferasi nuklir yang sudah lama ada.

Beberapa tanda menunjukkan aktivitas militer bersama atau komitmen bersama, seperti latihan angkatan laut antara Rusia, Tiongkok, dan Iran di Teluk Oman, serta patroli pembom gabungan Rusia dan Tiongkok di dekat Alaska. Selain itu, pada bulan Juni lalu, Rusia dan Korea Utara menandatangani perjanjian yang berjanji untuk “segera memberikan bantuan militer dan bantuan lainnya” satu sama lain dalam situasi perang.

kekhawatiran Barat

Namun, meski kerja samanya beragam, keempat negara ini masih menghadapi kendala yang bisa membatasi kerja sama mereka. Salah satu hambatan utama adalah perbedaan selera risiko.

Tiongkok, misalnya, memiliki industri pertahanan yang cukup besar untuk mempengaruhi konflik di Ukraina, namun Tiongkok menahan diri untuk tidak memberikan bantuan mematikan karena khawatir hal itu akan merusak citranya sebagai perantara netral dan mengganggu hubungan ekonominya dengan negara-negara kaya di Barat.

Namun, kerja sama yang semakin erat antara Rusia, Tiongkok, Iran, dan Korea Utara terus menimbulkan kekhawatiran serius di Barat. Amerika Serikat dan sekutunya terpaksa mengambil keputusan sulit mengenai bagaimana mengalokasikan sumber daya yang semakin terbatas.

Tekanan ini semakin nyata karena kekurangan peluru artileri 155mm yang dialami Amerika tahun lalu, yang memaksa Amerika mengalihkan persediaan darurat yang disimpan di Israel ke Ukraina sebelum akhirnya harus dikembalikan ke Israel.

Meskipun tidak ada koordinasi dalam upaya pengembangan senjata nuklir atau kampanye militer bersama, peningkatan kerja sama antara empat negara otoriter ini menciptakan masalah baru bagi Barat.

(menetas/menetas)

Tonton videonya di bawah ini:

Video: Kim Jong-un memerintahkan Korea Utara untuk meningkatkan senjata nuklir



Artikel berikutnya

NATO secara terbuka menuduh Tiongkok “memulai” perang di Ukraina. Mengapa?


Leave a Comment